Gaji double

Kisah Orang Sukses

Senin, 11 Juli 2011

Pelajaran dari Dr. Arun Gandhi

Dr. Arun Gandhi cucu dari mendiang Mahatma Gandhi pernah menceritakan satu kisah dalam hidupnya yang sungguh mengesankan, sebagai berikut.Kala itu usia saya kira-kira masih 16 tahun dan saya tinggal bersama kedua orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, Mahatma Gandhi.Kami tinggal disebuah perkebunan tebu kira-kira 18 mil jauhnya dari kota Durban, Afrika Selatan. Rumah kami jauh di pelosok desa terpencil sehingga hampir tidak memiliki tetangga. Oleh karena itu saya dan kedua saudara perempuan saya sangat senang sekali bila ada kesempatan untuk bisa pergi ke pusat kota, untuk sekedar mengunjungi rekan atau terkadang menonton film dibioskop.Pada suatu hari kebetulan ayah meminta saya menemani beliau ke kota untuk menghadiri suatu konferensi selama seharian penuh. Bukan main girangnya saya saat itu.Karena ibu tahu kami hendak ke kota maka ibu menitipkan daftar panjang belajaan yang ia butuhkan, disamping itu ayah juga memberikan beberapa tugas kepada saya, termasuk salah satunya adalah memperbaiki mobil dibengkel.Pagi itu setelah kami tiba ditempat konferensi; ayah berkata kepada saya; ”Arun; jemput ayah disini ya, nanti jam 5 sore....dan kita akanpulang bersama-sama”.Baik ayah, saya akan berada disini tepat jam 5 sore.Jawab saya dengan penuh keyakinan.Setelah itu saya segera meluncur untuk menyelesaikan tugas yang dititipkan ayah dan ibu kepada saya satu persatu. Sampai akhirnya hanya tinggal satu pekerjaan yang tersisa yakni menunggu mobil selesai dari bengkel.Sambil menunggu mobil diperbaiki tidak ada salahnya aku pikir untuk mengisi waktu senggangku dengan pergi ke bioskop menonton sebuah film.Saking asyiknya nonton ternyata saat saya melihat jam; waktu sudah menunjukkan pukul 17:30, sementara saya janji menjemput ayah pukul 17:00.Segera saja saya melompat dan buru-buru menuju bengkel untuk mengambil mobil, dan segera menjemput ayah yang sudah hampir satu jam menunggu.Saat saya tiba sudah hampir pukul 18:00 sore. Dengan gelisah ayah bertanya pada saya; Arun! kenapa kamu terlambat menjemput ayah..?Saat itu saya merasa bersalah dan sangat malu untuk mengakui bahwa saya tadi keasyikan nonton film, sehingga saya terpaksa berbohong dengan mengatakan; ”Maaf Ayah” ”Tadi mobilnya belum selesai diperbaiki sehingga Arun harus menunggu.”Ternyata tanpa sepengathuan saya, ayah sudah terlebih dahulu menelpon bengkel mobil tersebut, sehingga ayah tahu jika saya berbohong; Lalu wajah ayah tertunduk sedih; sambil menatap saya ayah berkata; ”Arun, sepertinya ada sesuatu yang salah dengan ayah dalam mendidik dan membesarkan kamu”; ”sehingga kamu tidak punya keberanian untuk berbicara jujur kepada ayah”. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarlah ayah pulang dengan berjalan kaki; sambil merenungkan dimana letak kesalahannya.Lalu dengan tetap masih berpakaian lengkap ayah mulai berjalan kaki menuju jalan pulang kerumah.Padahal hari sudah mulai gelap dan jalanan semakin tidak rata.Saya tidak sampai hati meninggalkan ayah sendirian seperti itu; meskipun ayah telah ditawari naik, beliau tetap berkeras untuk terus berjalan kaki, akhirnya saya mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, dan tak terasa air mata saya menitik melihat penderiataan yang dialami beliau hanya karena kebohongan bodoh yang telah saya lakukan. Sungguh saya begitu menyesali perbuatan sayatersebut. Sejak saat ituseumur hidup, saya selalu berkata jujur pada siapapun.Sering sekali saya mengenang kejadian itu dan merasa begitu terkesan; seandainya saja saat itu ayah menghukum saya sebagai mana pada umumnya orang tua menghukum anaknya yang berbuat salah; kemungkinan saya akan menderita atas hukuman itu; dan mungkin hanya sedikit saja menyadari kesalahan saya. Tapi dengan satu tindakan mengevaluasi diri yang dilakukan ayah; meskipun tanpa kekerasan justru telah memiliki kekuatan yang luar biasa untuk bisa mengubah diri saya sepenuhnya.Saya selalu mengingat kejadian itu seolah-olah seperti baru terjadi kemarin.Para orang tua . . . . .Ayah Dr Arun Gandhi tersebut sungguh seorang ayah dan guru yang luar biasa dalam mendidik anaknya.Sebuah kisah emas untuk para orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak-anak.Kisah ini begitu menginspirasi saya secara pribadi; untuk selalu mengevaluasi diri manakala anak-anak tercinta saya mulai menunjukkan prilaku yang kurang terpuji.Ya, saya membiasakan diri untuk selalu bertanya:Apa yang salah dari saya, mengapa anak saya bisa seperti itu...???

Arti Teman

Bulan Maret yang lalu, saya dirawat di rumah sakit karena keluhan pusing kepala hebat. Setelah diadakan sejumlah test diagnostik, ditemukan tumor di otak saya. Aduuuuhhhhhh ngebayangin gak, waktu dokter ngasih diagnosanya ke saya? Ngasih taunya juga dah malam (dokternya visit selalu malam, jam tidur! ) Saya sedih, ngeri, serem, takut mati karena penyakit ini. "Tenang, jiwaku!" kata saya dalam hati. Dokternya nyerocos pakai bahasa-bahasa kedokteran yang ajaib itu, tapi saya nggak ngerti. "Udah, dok. Kesimpulannya aja, tindakannya diapain?" Dokternya dengan tenang menjawab," Satu-satunya cuma Radiasi. Sinar!". Wah, walaupun saya mencoba tenang, tapi rasanya otak saya kosong, gak bisa mikir. "Saya mau pulang aja dok, mau menenangkan diri dulu". Padahal saya ngomongnya ngasal. Bingung mau komentar apa. Eh dokternya mengijinkan. Setelah dokter pulang, saya baru sadar teman-teman sekamar pada nyamperin. Mereka menghibur, memberi kekuatan, padahal mereka sendiri sedang berjuang untuk sembuh dari penyakitnya. "Jangan takut, pasti Tuhan punya rencana, kamu harus kuat, berdoa, minta ampun, berdoa terus, mujizat masih ada..." begitu kurang lebih kata-kata yang menguatkan saya. "Minum teh daun sirsak, caranya begini bla bla bla bla bla".
Hanya karena salah seorang teman lama salah kirim sms (saya percaya ini caranya Tuhan), tersebarlah berita mengenai saya di antara teman-teman lama ( teman SMP, SMA, kuliah, ex.teman kerja dari perusahaan lama ). Ada 1 teman, datang pada waktu penyinaran 1, beberapa teman lama menjenguk ke RS, yang lain menggalang dana bantuan. Aduuuuh, rasanya mau nangis karena terharu. Di situ saya benar-benar merasakan arti pertemanan yang sejati.
Ketika ada teman datang, sms, telpon, sungguh sangat menghibur dan menguatkan saya. Untuk teman-temanku, terima kasih ya untuk menjadi teman saya. Yuk, jadilah teman untuk orang-orang di sekitar kita. "BERIKAN APA YANG ADA PADAMU, MAKA TUHAN AKAN MEMBERIKAN APA YANG TIDAK ADA PADAMU"